Shalat daim berasal dari dua kata bahasa Arab, yaitu shalat dan daim. Daim artinya terus- menerus, selamanya (daa-iman). Maka, shalat daim memiliki pengertian shalat yang terus- menerus, tidak pernah putus dikerjakan. Shalat daim lahir dari pemahaman ulama, khususnya di tanah Jawa. Ulama mendasari dan mengambil istilah shalat daim ini dari firman Allah SWT, "Yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya secara terus-menerus (daa-imun)." (QS al-Ma'arij :23).
Sebenarnya, shalat daim itu tidak lain adalah berzikir kepada Allah SWT secara terus-menerus sampai akhir hayat. Asal mula munculnya shalat daim, dapat dilacak dari sejarah salah seorang wali dari Wali Songo yang turut memopulerkan shalat daim ini, yaitu Sunan Bonang.
Awal dikenalkannya shalat daim ini oleh Sunan Bonang ketika dia mendidik Raden Mas Syahid yang lebih dikenal dengan nama Sunan Kalijaga. Sunan Bonang menyuruh Raden Mas Syahid untuk duduk, diam, dan berusaha untuk mengalahkan hawa nafsunya sendiri. Menurut ajaran dari Sunan Bonang, shalat daim itu hanya duduk, diam, hening, dan pasrah pada kehendak Allah SWT.
Lewat kitab Suluk Wujil, Sunan Bonang sudah menjelaskan perihal shalat daim yaitu: "Keutamaan diri ini adalah mengetahui hakikat shalat, sembah dan pujian. Shalat yang sesungguhnya bukanlah mengerjakan salat Isya atau Maghrib (shalat 5 waktu). Itu namanya sembahyang. Apabila disebut shalat, itu hanya hiasan dari shalat daim, hanya tata krama. Shalat sejati tidak hanya mengerjakan sembah raga atau tataran syariat mengerjakan shalat lima waktu. Shalat sejati adalah shalat daim, yaitu bersatunya semua indra dan tubuh kita untuk selalu memuji-Nya dengan kalimat penyaksian bahwa yang suci di dunia ini hanya Tuhan: Hua Allah, dia Allah. Hu saat menarik napas dan Allah saat mengeluarkan napas."
Lebih lanjut Sunan Bonang juga menjelaskan tentang cara melakukan shalat daim lewat kitab Suluk Wujil, yaitu: "Berbakti yang utama tidak mengenal waktu. Semua tingkah lakunya itulah menyembah. Diam, bicara, dan semua gerakan tubuh merupakan kegiatan menyembah. Wudhu, buang air besar, dan kencing pun kegiatan menyembah. Itulah niat sejati. Pujian yang tidak pernah berakhir."
Kitab Suluk Wujil sendiri merupakan kitab yang berisikan ajaran Sunan Bonang kepada seorang bajang, bekas budak raja Majapahit bernama si Wujil. Ajarannya tentang mistisisme (tasawuf). Dalam kitab Suluk Wujil memuat tembang yang bermacam-macam dengan jumlah 104 pupuh. Selain di dalam kitab Suluk Wujil, ajaran shalat daim juga terdapat di dalam kitab Salat Daim Mulat Salira karya Bratakesawa dan juga di dalam kitab Wirid Ma`lumat Jati karya R Ngabehi Ranggawarsita (Ronggowarsito).
Akhir kalam, jika yang dimaksud dengan shalat daim adalah berzikir kepada Allah SWT secara terus-menerus tanpa putus dalam setiap keadaan, shalat daim bukan sesuatu yang dilarang, diharamkan, bahkan seharusnya kita kerjakan berdasarkan hadis Nabi SAW dari Aisyah RA, dia berkata: "Rasulullah SAW selalu berzikir kepada Allah Ta'ala dalam segala keadaan." (HR Muslim). Namun. pada kenyataannya, shalat daim yang banyak dikerjakan sekarang ini adalah dengan meninggalkan shalat lima waktu dengan salah mengartikan ucapan Sunan Bonang. "Shalat yang sesungguhnya bukanlah mengerjakan salat Isya atau Maghrib (shalat 5 waktu). Itu namanya sembahyang. Apabila disebut shalat, itu hanya hiasan dari shalat daim, hanya tata krama."
amo
ReplyDeleteamo
ReplyDelete