Thursday, 21 November 2019

awaliyin

Gedung beralamat di Jalan TB Simatupang No 7A itu diresmikan pada 2 Januari 2010 dengan nama Rabithah Alawiyah. Rabithah Alawiyah ialah organisasi yang menghimpun kaum Alawiyin di Nusantara.
 Organisasi ini resmi berdiri pada 27 Desember 1928, dengan akta notaris Mr. A.H. Van Ophuijsen No. 66 tanggal 16 Januari 1928, ditandatangi oleh GR. Erdbrink, Sekretaris Pemerintahan Belanda. “Rabithah Alawiyah dibentuk untuk merawat keturunan kita. Masuk ke Indonesia itu asal-usulnya tidak tercerai-berai. Kita berkiprah bukan hanya untuk keluarga (keturunan Alawiyin) saja tetapi untuk negara,” kata Habib Zein bin Umar bin Smith, ketua umum Rabhitah Alawiyah, Sabtu, 7 Januari lalu. Alawiyin ialah sebutan untuk keturunan Ahmad al Muhajir dari Hadramaut, sebuah lembah di Yaman Selatan, generasi ke-8 dari Sayyidina Ali dan Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah. Keturunan Ahmad al-Muhajir yang kelak pergi dan kawin-mawin ke Asia Tenggara. Pendataan perdana keturunan Alawiyin berlangsung pada 1932. 
Kini diperkirakan jumlah keturuan Hadramaut antara 500 ribu – 1,5 juta di Indonesia. Jumlah ini, berdasarkan pendataan tahun 1932-1940, termasuk 68 marga atau kabilah (kaum dari satu ayah) yang ada di Indonesia. Sementara ada 239 marga di Indonesia yang tidak termasuk keturunan Alawiyin. Artinya, jumlah marga keturunan Nabi lebih kecil dibanding marga Arab lain. Untuk mengetahui seseorang keturunan Alawiyin, kita harus mendatangi Rabithah. Setiap orang berhak memohon kartu identitas atau buku silsilah nasab Alawiyin setelah diuji kebenarannya. Metodenya, ia harus bisa menyebutkan tiga fam atau marga di atasnya, mengisi formulir, dan membawa saksi. Jika terbukti validitasnya maka Rabithah akan mengeluarkan buku tersebut. “Kalau sudah dirunut (silsilah keluarga di atasnya) sampai tiga, itu biasanya yang keempat ketemu. Tetapi kalau tidak ketemu, kami tidak bisa bilang apa-apa, karena data kita terbatas," kata Habib Zein. "Kadang ada orang meminta pengajuan nasab, kita tidak bisa kasih karena silsilahnya terputus dan tidak ketemu." Pihaknya mengklaim tak berani membuat seseorang menjadi sayid (keturunan Rasulullah) atau menolak mengeluarkan buku nasab dari orang yang bukan sayid. 
Hasil penelusuran reporter Tirto, dalam beberapa kasus, Rabithah Alawiyah langsung mengeluarkan surat kepada kantor cabang di daerah bila kedapatan ada orang yang mengaku sayid, terlebih habib. Memberantas Habib Palsu Pencekalan habib palsu sudah dilakukan jauh-jauh hari. Ini untuk menjauhkan citra buruk dari keturunan Alawiyin.
 Pada 12 September 2009, Rabithah Pusat mengirim surat kepada Rabithah cabang Makassar. Dalam surat itu dijelaskan bahwa Habib Abdurrahman Assegaf (alias) Habib Abdurrahman bin Syech Abu Bakar (Ketua Front Umat Islam Parung/ Pimpinan Majelis Zikir dan Ratib) bukan termasuk dalam fam Assegaf ataupun fam bin Syech Abu Bakar dan bukan termasuk golongan Alawiyin. Laporan surat yang sama menyebutkan bahwa nama asli Habib Abdurrahman itu adalah Anshori (Ris) bin Ismail bin Abdullah Hamid Umar Rella yang berasal dari Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Pulau Ambon.
 Informasi ini diperoleh Rabithah Pusat dari Rabithah cabang Ambon yang didukung delapan sesepuh habib di Ambon. Surat itu ditandatangani oleh Ketua Maktab Daimi, Rabithah Alawiyah, Ahmad Muhammad al-Attas. Tak hanya itu, pada 2012, di Kalimantan Tengah ada laporan salah satu tokoh di sana yang mengklaim fam Al Balghaits dan menyebut dirinya habib. Tokoh itu Habib Said Ismail Al Balghaits.
 Keputusan rapat Rabithah Pusat pada 3 Maret 2012 menyatakan bahwa orang ini bukan keturunan Alawiyin dan seketika bukan habib. Menariknya, meski telah ada organisasi macam Rabithah yang menguji validasi apakah seseorang sayid dan habib, dalam perkembangannya sejak 2001, ada lembaga baru yang juga berperan memelihara keturunan Alawiyin. Namanya Naqobatul Asyrof Al-Kubro. Ia diketuai oleh Al-Habib Zainal Abidin bin Sagaf Assegaf, yang pernah bekerja di Rabithah sebagai tim nasab dari 1991 sampai 1998. Assegaf mendirikan lembaga ini untuk "mengantisipasi serta memperluas jangkauan ilmu nasab." Peran lembaga ini semula pada "pemeliharaan, penelitian sejarah, dan silsilah Alawiyin," tetapi kemudian mulai mengeluarkan buku nasab sen

No comments:

Post a Comment

bani ridwan bin daim

 arif hartawan bin ridwan bin daim bin caryan