Sejarah Tangerang (31): Sejarah Teluknaga, Suatu Teluk Tempo Doeloe; Kalimati dan Kalibaroe Tjisadane di District Teloknaga
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Apa itu teluk naga? Itu adalah nama desa dan juga sekaligus nama kecamatan di Kabupaten Tangerang. Bukan itu yang dimaksud. Yang ingin ditanyakan adalah apakah nama Teluknaga di Tangerang dulunya adalah benar-benar suatu teluk? Apa, iya? Desa Teluknaga pada masa ini berada di sisi timur sungai Cisadane yang lokasinya jauh dari lautan. Namun pertanyaan tetaplah membutuhkan jawaban. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menimbulkan keingintahuan.
Apa itu teluk naga? Itu adalah nama desa dan juga sekaligus nama kecamatan di Kabupaten Tangerang. Bukan itu yang dimaksud. Yang ingin ditanyakan adalah apakah nama Teluknaga di Tangerang dulunya adalah benar-benar suatu teluk? Apa, iya? Desa Teluknaga pada masa ini berada di sisi timur sungai Cisadane yang lokasinya jauh dari lautan. Namun pertanyaan tetaplah membutuhkan jawaban. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menimbulkan keingintahuan.
![]() |
Peta kuno Teloknaga di muara sungai Tangerang |
Teluknaga itu sejatinya tempoe doeloe adalah suatu teluk. Suatu teluk yang diberi nama Naga. Dengan kata lain seluruh wilayah kecamatan Teluknaga yang sekarang di masa lampau adalah lautan (muara sungai Tangerang atau sungai Tjisadane). Bagaimana cara membuktikannya? Tentu saja kita harus menggali data sebanyak mungkin, lalu kemudian menganalisisnya. Dalam hal ini, sumber data utama adalah peta-peta kuno. Sumber-sumber pendukung lainnya adalah surat kabar, majalah dan buku serta Daghregister (catatan harian Kasteel Batavia). Untuk membuktikan bahwa Teluknaga berasal dari suatu teluk, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Untuk sekadar catatan: Tidak hanya kecamatan Teluknaga (di Kabupaten Tangerang), tetapi juga kecamatan Muara Gembong (di Kabupaten Bekasi) juga dulunya adalah lautan (muara sungai Karawang atau sungai Tjitaroem).
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Sungai Tangerang dan Proses Sedimentasi Meletusnya Gunung Salak
Peta yang lebih tua menunjukkan di muara sungai Tangerang terdapat tiga ukuran pulau-pulau: ukuran besar, ukuran sedang dan lima ukuran kecil. Dengan memperhatikan garis yang dibuat mengitari pulau-pulau tersebut menunjukkan tempat dimana pulau-pulau itu berada di perairan dangkal. Semua pulau-pulau di perairan dangkal ini diduga kuat adalah pulau yang terbentuk karena proses sedimentasi. Garis perairan dangkal ini untuk membedakan dengan dua pulau di lepas pantai, yakni pulau Rambut dan pulau Pramuka.
![]() |
Proses sedimentasi dan pembentukan aliran sungai yang baru |
Pada peta yang lebih muda (Peta 1690) pulau-pulau kecil tersebut telah menyatu menjadi pulau tunggal. Proses sedimentasi telah berlangsung lebih cepat jika dibandingkan pada masa lampau. Hal ini diduga karena di daerah aliran sungai Tangerang hingga ke hulu sejak tahun 1659 telah terjadi pembukaan lahan pertanian oleh para pedagang VOC.
Proses yang terjadi di seputar muara sungai Tangerang ini tampaknya sesuai gambaran yang telah dilukiskan oleh seorang penulis Portugis Barbados dalam bukunya 1534. Disebutnya di pantai utara Jawa terdapat beberapa pelabuhan penting diantaranya Tangaram (pelafalan nama Tangerang oleh orang Portugis yang ditulis ke dalam teks). Tentu saja pelabuhan Tangaram ini berada di pantai, yakni di muara sungai Tangerangf. Dalam hal ini boleh jadi pulau-pulau sedimen ini belum menjadi penghalang menuju pelabuhan (muara) Tangaram.
![]() |
Jalur navigasi sungai menuju Tangerang (Peta 1709) |
.
Namun dalam perkembangannya, cabang utama sungai bergeser dari yang tegak lurus ke utara (cabang pertama) menjadi cabang yang berbelok mengarah ke timur (cabang keempat). Mengapa itu bisa terjadi? Besar duagaan bahwa cabang sungai pertama (cabang utama) telah terjadi proses pendangkalan yang mengakibatkan arus air dari sungai Tangerang menjadi jalan keluar melalui cabang sungai yang lebih dalam. Cabang sungai yang keempat akan relatif lebih dalam karena tidak ada proses sedimen yang lebih radikal terjadi.
![]() |
Peta 1724 dan peta sesudahnya |
Pada Peta 1724 pulau-pulau sedimen yang terbentuk di muara sungai Tangerang telah diidentifikasi sebagai pulau besar. Ada dua jalur navigasi yang tersisa. Namun jalur navigasi utama telah bergeser pada cabang sungai yang mengarah ke pulau Onrust. Seperti disebutkan sebelumnya, pulau Ontoeng Djawa telah diganti namanya menjadi pulau Amsterdam. Lalu nama Ontoeng Djawa atau Ontong Java ditabalkan pada ujung pulau sedimen yang terbentuk sebagai nama tanjung, yakni Tandjoeng Ontong Java atau Tandjoeng Pasir (mungkin dari asal usulnya: tanjung yang permukaannya pasir).
Muara Sungai Tangerang dan Teluk Naga
Pada permulaan orang Eropa/Belanda membuka lahan di daerah aliran sungai Tangerang (1670an), muara sungai Tangerang terletak di sekitar Teluk Naga yang sekarang. Orang yang bermukim di sekitar muara sungai ini diduga adalah orang-orang Tionghoa. Nama pemukiman (kampong) orang-orang Tionghoa ini disebut kampong Moeara. Sementara orang-orang Melayu bermukim di arah timur teluk (sekitar kampong Melayu yang sekarang).
Dalam perkembangannya, sehubungan dengan pembukaan lahan di arah hulu sungai Tangerang, lambat laun teluk mengalami proses sedimentasi yang kemudian membentuk pulau-pulau baru. Pulau-pulau ini terus berkembang sehingga antar satu pulau dengan pulau yang lainnya menyatu menjadi daratan yang luas. Kampong Moea (Tionghoa) dan kampong Melajoe menjadi terlindung oleh deretan pulau-pulau baru yang bertransformasi menjadi darata. Proses serupa juga banyak ditemukan di tempat lain seperti di Batavia, Semarang dan Soerabaja dan Deli. Pada peta-peta awal, sungai Deli bermuara di teluk Belawan. Pada awalnya di dalam peta diidentifikasi sebuah pulau kecil di tengah teluk (pulau Sitjanang). Akan tetapi pulau (sedimen) itu berkembang dan menutupi seluruh teluk. Seperti halnya di teluk Naga (Tangerang) akibat terjadi proses daratan yang kemudian membentuk dua cabang sungai utama, di Deli juga terbentuk dua cabang sungai utama (sungai Deli dan sungai Belawan, karena di teluk tersebut bermuara sungai Deli dan sungai Belawan). Dalam perkembangannya, menyatu pulau Sitjanang dengan daratan menyebabkan pelabuhan tua terjepit (diduga kini sebagai situs Kota Cina). Proses sedimentasi ini mengalami percepatan karena meletusnya gunung Sibajak dan gunung Sinaboeng. Dalam perkembangan lebih lanjut di cabang sungai Deli di muara yang baru terbentuk perkampongan baru yang disebut kampong (Laboehan) Deli. Seluruh teluk Belawan kini telah tertutup oleh daratan.
,
Sehubungan dengan tertutupnya teluk nama kampong Moeara telah berubah menjadi nama kampong baru yak kampong Teloknaga. Oleh karena muara sungai Tangerang sebagai penanda navigasi telah bergser ke arah timur, muara sungai Tangerang yang baru ini kemudian dikenal sebagai kampong Moeara. Pada era VOC kampong Moeara yang baru ini disebut de Qual (kmapong Moera ini masih eksis hingga sekarang). Lalu dalam perkembangannya, antara kampong kampong Melajoe dengan kampong Moeara (di pantai) bermunculan kampong-kampong baru seperti kampong Tegal Angoes, kampong Ketapang dan kampong Lemo.
![]() |
Fort Tangerang (1695) |
Pada tahun 1674 orang Eropa/Belanda membuka lahan pertanian di daerah aliran sungai Tangerang. Untuk melindungi mereka dari musuh mereka membangun benteng (palisade) yang terbuat dari bahan kayu dan bambu. Pada tahun 1680 terjadi perang saudara di Banten. Dampak perang saudara di Banten, situasi di sisi timur sungai Tangerang tempat orang Eropa/Belanda membangun pertanian menjadi terganggu. Cornelis van Mook pada tahun 1680 mulai merintis membangun kanal dari benteng Tangeran ke arah timur menuju Batavia. Kanal ini dimaksudkan untuk jalur pelayaran dari Tangerang ke Batavia. Kanal ini selesai pada tahun 1687 yang kemudian disebut kanal Mookervaart (sesuai nama pembuat kanal).
![]() |
Fort Moeara (de Qual), 1764 |
Pada tahun 1740 terjadi pemberontakan Cina di Batavia. Pemerintah VOC/Belanda melancarkan serangan terhadap kantong-kantong Tionghoa di Batavia yang menimbulkan korban sekitar 10.000 orang Tionghoa. Orang-orang Tionghoa melarikan diri dari Batavia dan banyak yang berpindah ke daerah aliran sungai Tangerang. Sejumlah tempat diduduki oleh orang Tionghoa diantaranya land Kedawoeng dan pos militer di Moeara (de Qual) dekat pantai di seberang pulau Onrust. Militer VOC/Belanda mengusir mereka dari dua tempat itu. Sejak kerusuhan 1740 ini diduga orang-orang migran Cina yang melarikan diri dari Batavia mulai membangun kampong-kampong baru antara Kampong Melajoe dan kampong Moera.
![]() |
Kampong Kalimati sungai Tjisadane di Teloknaga (Peta 1888) |
Setelah VOC dibubarkan tahun 1799, Pemerintah Hindia Belanda melalui kebijakan Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811), sebagian land Tangerang dibeli pemerintah untuk membentuk kota. Pemerintah Hindia Belanda melalui pemerintah lokal di Tangerang mulai membangun pertanian penduduk. Selama ini pembangunan pertanian hanya berlangsung di dalam land. Pemerintah memperluasnya dengan mendorong dan mengarahkan penduduk.
![]() |
Kalibaru, Kalimati Tjisadane dan Kampong Moeara (Peta 1888) |
Untuk menekan dampak banjir pada daerah aliran sungai terutama wilayah yang berada antara land Pakadjangan hingga Moeara, pemerintah mulai mengeruk cabang pertama sungai Tangerang . Cabang sungai ini akan dijadikan saluran utama kembali sungai Tangerang menuju laut (Tandjoeng Boroeng). Cabang pertama sungai yang dikeruk ini kemduian dikenal sebagai Kali Baroe. Dengan demikian, debit air sungai Tangerang yang melalui kampong Melajoe hingga kampong Moeara akan semakin mengecil. Dalam perkembangannya, lambat laun sungai ini menjadi mati dan penduduk menyebutnya sebagai kalimati. Area sekitar pangkal sungai Tjisadane/sungai Tangerang yang ditutup ini menjadi perkampunga penduduk yang namanya disebut kampong Kalimati.
![]() |
Situasi dan kondisi (kecamatan) Teloknaga pada masa ini |
Pada tahun 1913 membangun bendungan di sungai Tjisadane. Tujuan pembangunan bendungan ini terutama ditujukan untuk membangun irigasi pertanian ke arah wilayah daerah aliran sungai Kalimati dan tujuan untuk meningkatkan debit air kanal Mookervaart. Peningkatan debit air Mookervaart ini dimaksudkan untuk dua tujuan yakni untuk mempertahankan pelayaran kanal dan dan juga untuk pembangunan irisgasi di sepanjang dua sisi kanal Mookervaart mulai dari Tanah Tinggi hingga Pesing.
Dampak lain dari pembangunan bendungan (kini disebut Bendungan Pasar Baru) adalah semakin berkurangnya debit air ke arah hilir Kali Baroe. Risiko banjir juga semakin berkurang. Pada fase inilah kemudian berkembang areal baru pertanian dan pemukiman mulai dari Pakadjangan/Teloknaga hingga ke pantai di Tandjoeng Boeroeng seperti perkampongan Pakoeadji dan perkampongan Kramat.
Sejak berkembangnya daerah aliran sungai Kalimati (ke arah kampong Meoera) dan daerah aliran sungai Kali Baroe (ke arah Tandjoeng Boeroeng), maka Pemerintah Hindia Belanda melakukan pemekaran wilayah District Maoek dengan membentuk Onderdistrict yang baru di Teloknaga yang beribukota di kampong Teloknaga. Posisi GPS kampong Kalimati tersebut, pada masa ini diperkirakan tepat berada di desa Kampung Melayu Barat, kecamatan Teluk Naga.
Pada era Republik Indonesia (pasca pengakuan kedaulatan Indonesia), onderdistrict Teloknaga dijadikan sebagai satu wilayah kecamatan, yakni kecamatan Teloknaga (hingga sekarang). Nama-nama desa di kecamatan Teluknaga lihat kembali di awal tulisan ini. Beberapa nama desa di kecamatan Teluk Naga yang memiliki riwayat lama adalah desa Telok Naga (suatu teluk, dimana muara sungai Tangerang yang pertama); desa Muara (suatu muara sungai Tangerang yang kedua) dan desa Tanjung Burung (muara sungai Tangerang yang ketiga). Tentu saja nama desa Kampong Melayu (barat dan timur). Di desa Kampong Melayu Barat tempo doeloe terdapat nama kampong Kalimati. Tentu saja nama desa Tanjung Pasir (tempo doeloe disebut Oentong Djawa, karena orang Belanda mengganti nama pulau Oentoeng Djawa dengan nama baru pulau Amsterdam).
No comments:
Post a Comment