Monday, 15 July 2019

sunan

2. Ronggowarsito sebagai narasumber





Serat Wirid Hidayat Jati bukanlah sepenuhnya ciptaan R. Ng. Ronggowarsito, akan tetapi beliau berperan sebagai penyusun saja. Meskipun demikian Ronggowarsito perlu diacungi Jempol atas ketelatennya menginventarisasi ajaran-ajaran Wirid Hidayat Jati. Oleh sebab itu posisi beliau dalam tulisan ini adalah sebagai narasumber.

Serat Wirid Hidayat Jati menerangkan tingkatan ilmu makrifat. Ajaran ini sebermula berasal dari sesepuh para wali bernama Sunan Ampel Denta. Sepeninggal beliau Ajaran makrifat ini diteruskan dan dikembangkan oleh para wali, yaitu para murid-murid Sunan Ampel dalam 3 angkatan, yang masing-masing terdiri dari 8 orang.

Angkatan pertama, diberikan dalam periode awal Negara Demak, yaitu oleh :

(1) Sunan Giri Kadhaton
(2) Sunan Tandhes
(3) Sunan Majagung
(4) Sunan Bonang
(5) Sunan Wuryapada
(6) Sunan Kalinyamat
(7) Sunan Gunung Jati
(8) Sunan Kajenar


Angkatan kedua, diberikan dalam periode akhir Negara Demak sampai menjelang timbulnya Kerajaan Pajang, juga oleh 8 orang wali, yaitu :

(1) Sunan Giri Parapen
(2) Sunan Darajat
(3) Sunan Ngantasangin
(4) Sunan Kalijaga
(5) Sunan Tembayat
(6) Sunan Kalinyamat
(7) Sunan Gunung Jati
(8) Sunan Kajenar

Catatan : Dalam angkatan ini yang tidak ikut adalah : Sunan Giri Kadhaton, Sunan Tandhes, Sunan Majagung, Sunan Bonang, Sunan Wuryapada. Diganti oleh : Sunan Giri Parapen, Sunan Darajat, Sunan Ngantasangin, Sunan Kalijaga, Sunan Tembayat.

Angkatan ketiga, diberikan dalam periode yang sama, yaitu periode akhir Negara Demak sampai menjelang timbulnya Kerajaan Pajang, juga oleh 8 orang wali, yaitu :

(1) Sunan Parapen
(2) Sunan Darajat
(3) Sunan Ngantasangin
(4) Sunan Kalijaga
(5) Sunan Tembayat
(6) Sunan Padusan
(7) Sunan Kudus
(8) Sunan Geseng

Catatan : Dalam angkatan ini yang tidak ikut adalah : Sunan Kalinyamat, Sunan Gunung Jati, Sunan Kajenar. Diganti oleh : Sunan Padusan, Sunan Kudus, Sunan Geseng.

Di jaman Mataram ajaran makrifat tersebut, dipelihara oleh rajanya bernama Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Prabuanyakrakusuma. Oleh sang raja ilmu makrifat ini dikembangkan oleh sebuah tim yang terdiri dari : Panembahan Purubaya, Panembahan Ratu Pekik, Panembahan Jurukithing, Pangeran ing Kadilangu, Pangeran ing Kudus, Pangeran ing Tembayat, Pangeran ing Kajoran, Pangeran Wongga, Panembahan Juminah. Ilmu makrifat tersebut bersumber dari Al-quran, Hadits, Ijma‟, dan Qiyas ditambah dengan kutipan-kutipan dari kitab-kitab tasawuf. Juga dinyatakan ada petunjuk dari Tuhan kepada Nabi Musa.

Inti ajaran makrifat adalah bahwa manusia itu manifestasi Dzat Yang Esa. Ini adalah akar dari ilmu makrifat. Ilmu makrifat ini seperti wiridannya para nabi, para wali ing jaman kuno, kemudian disesuaikan oleh para pandita (ahli ilmu), untuk akhirnya menjadi wejangan yang diberikan oleh masing-masing ahli ilmu makrifat. Atas inisiatif Sultan Agung pengetahuan makrifat tersebut dihimpun dan dikoordinasi menjadi satu atas dasar kemufakatan bersama. Ada yang mewiridkan secara teknis ilmu makrifat saja, malah kadang-kadang ada yang menguraikan ilmu talek dan patah, dan sebagainya. Ada pula yang menguraikan tentang ilmu kanuragan (sesorogan).

Ilmu tersebut di atas (makrifat dan sebagainya) akhirnya dipelajari oleh Kiyahi Ageng Muhammad Sirrolah ing Kedhung Kol, tahun 1779. Yang berkaitan dengan ilmu makrifat kemudian disusun oleh R. Ng. Ronggowarsito, pujangga besar Keraton Surakarta Hadiningrat.


Isi ilmu makrifat


Secara keseluruhan kalau disistematisasi isi ilmu makrifat meliputi :

Pembukaan wirid

a. Wisikan Ananing Dat (Bisikan adanya Dzat) :

Isinya menerangkan bahwa sebelum terjadi apa-apa, yang terlebih dulu ada adalah awang-uwung, dimana yang berdiri adalah Ingsun, tidak ada Pangeran (Tuhan) yang ada hanyalah Ingsun, yaitu sejatinya Dzat Yang Maha Suci.

b. Wedharan Wahananing Dat (Uraian tentang rincian ujud kejadian Dzat) :

Isinya menerangkan bahwa proses terjadinya wujud manusia terinci sebagai berikut :

1) Kayu bernama Sajaratul yakin.
2) Cahaya bernama Nur Muhammad.
3) Kaca bernama Miratul Hayai.
4) Nyawa bernama Roh Ilapi.
5) Pelita bernama Kandil.
6) Permata bernama Darah.
7) Dhindhing bernama Kijab.

Sesuai dengan uraian tersebut di atas, kalau digambar, seperti di bawah ini :



Diambil dari : R. Tanojo (1954) : 60





c. Gelaran Kahananing Dat (Uraian tentang keadaan Dzat) :

Isinya menerangkan bahwa sesungguhnya manusia adalah rahsanya Tuhan demikian juga Tuhan adalah rahsanya manusia, hal mana disebabkan karena Ingsun menciptakan Adam, yang berasal dari empat anasir : 1 : bumi, 2 : api, 3 : angin, 4: air. Di situ Insung masukkan mudah lima perkara, 1 : nur, 2 : rahsa, 3 : roh, 4 : nafsu, 5: budi, yaitu sebagai tabir wajah Ingsun Yang Maha Suci.


d. Pambukaning Tata Malige ing dalem Betal Makmur (Cara membuka Tata-mahligai di dalam Bait-al-makmur) :

Isinya menerangkan bahwa Sesungguhnya Ingsun menata mahligai yang ada di dalam Bait-al-makmur, itu rumah tempat keramaian Ingsun, bertempat tinggal di
dalam kepala Adam, yang ada di dalam kepala itu adalah dimak, yaitu otak, yang ada diantara otak itu manik, di dalam manik terdapat budi, di dalam budi terdapat nafsu, di dalam nafsu terdapat sukma, di dalam sukma terdapat rahsa, di dalam rahsa terdapat Ingsun, tidak ada yang disembah, akan tetapi Ingsun Dzat Yang Meliputi keadaan yang sesungguhnya.


e. Pambukaning Tata Malige ing dalem Betal Maharram (Cara membuka Tata-mahligai di dalam Bait-al-muharram) :

Isinya menerangkan bahwa Sesungguhnya Ingsun menata mahligai yang ada di dalam Baitul-al-muharram, itu rumah tempat larangan (suci) Ingsun, berada di dalam dadanya Adam, yang ada di dalam dadanya Adam adalah hati, yang ada diantara hati adalah jantung, yang ada di dalam jantung adalah budi, yang ada di dalam budi adalah jinem, yaitu angan-angan, di dalam angan-angan terdapat sukma, di dalam sukma terdapat rahsa, di dalam rahsa terdapat Ingsun, tidak ada yang disembah, akan tetapi Ingsun Dzat yang meliputi keadaan yang sesungguhya.



f. Pambukaning Tata Malige ing dalem Betal Muqadas (Cara membuka Tata mahligai di dalam Baitul-al-mukaddas) :

Isinya menerangkan bahwa Sesungguhnya Ingsun menata mahligai yang ada di dalam Baitul-al-mukaddas, tempat persucian Ingsun, tinggal di kontolnya (kemaluan) Adam, yang ada di dalam kontol adalah pringsilan, yang ada diantara pringsilan adalah nutfah, yaitu mani, yang ada di dalam mani yaitu madi, yang ada di dalam madi yaitu wadi, yang ada di dalam wadi adalah manikem, yang ada di dalam manikem adalah rahsa, yang ada di dalam rahsa yaitu Ingsun, tidak ada yang disembah, akan tetapi Ingsun Dzat yang meliputi keadaan yang sesungguhya, berdiam diri sebagai nukat gaib turun menjadi johar awal, di situlah perwujudannya ‘alam Achadiyat, ‘alam Wahdat, ‘alam Wachidiyat, ‘alam Arwah, ‘alam Misal, ‘alam Ajsam, ‘alam Insan-kamil, terjadinya manusia yang sempurna, yaitu sejatinya sifatingsun.


g. Panetep Iman (Kesentausaan iman) :

Isinya menerangkan bahwa Ingsun menyaksikan, sesungguhnya tidak ada yang disembah, akan tetapi Ingsun, dan menyaksikan bahwa Ingsun, sesungguhnya Muchammad itu utusan Ingsun.


h. Sasahidan (Sasahidan) :

Isinya menerangkan bahwa Ingsun menyaksikan terhadap Dzatingsun pribadi, sesungguhnya tidak ada yang disembah, akan tetapi Ingsun, sesungguhnya Muchammad itu utusan Ingsun, ya sesungguhnya yang dinamakan Allah itu adalah badan Ingsun, rasul itu rahsa Ingsun, Muchammad itu cahyan Ingsun, ya Ingsun lah yang hidup tak kena kematian, ya Ingsun lah yang eling (ingat dan sadar) tidak terkena lupa, ya Ingsun lah yang langgeng tidak terkena perubahan dan pergeseran terhadap keadaan sejati, ya Ingsunlah yang tahu sebelum terjadi tidak terlintangi segala apapun, ya Ingsun yang berkuasa dan menguasahi yang memiliki kekuasaan bijaksana tidak kekurangan dalam pengertian, byar sempurna terang benderang, tidak terasa apa-apa, tidak kelihatan apa-apa, (akan tetapi) hanya Ingsunlah yang meliputi alam semuanya atas kudrat Ingsun.


3. Kesimpulan

Manunggaling Kawula Gusti yang dikemukakan oleh Ronggo Warsito, dalam bahasa spiritual Jawa sebenarnya mengandung proses gelar-gulung. Gelar artinya mengelar proses terjadinya manusia sejak awal diturunkan ke dunia sampai dengan manusia memiliki kesadaran dan kecerdasan spiritual, sedangkan gulung artinya mengulung proses kehidupan manusia menuju ke kematian lewat kesadaran dan kecerdasan spiritual sehingga bisa kembali keharibaan Tuhan Yang Maha Esa.


Kalau digambar seperti denah di bawah ini :




Diambil dari : R. Tanojo (1954) : 63





b. Proses gelar diuraikan secara detail untuk menyadarkan manusia, bahwaproses terjadinya manusia senantiasa dicipta oleh Tuhan atas kodratNya.

c. Kesadaran manusia atas proses terjadinya manusia diharapkan menimbulkan kecerdasan spiritual sebagai bagian dari kecerdasan cipta-rasa-karsa bahwa manusia itu harus senantiasa ingat kepada Sang Pencipta.

d. Oleh sebab itu, untuk kembali keharibaan Tuhan Sang Pencipta, manusia harus bisa mengulung hidupnya dengan cara menjalankan laku yang bersumber dari kesadaran dan kecerdasan spiritual. Lewat laku tersebut seseorang wajib dan harus dapat menyingkirkan nafsu 4 perkara (bahasa teknisnya : sedulur papat) supaya selalu bercipta-rasa-karsa berdasarkan bimbingan Pancer (istilah lain Roh Suci, Sang Hidup, Dzat yang menguasahi hidup). Dengan jalan ini diharapkan hidup seseorang bisa berjalan dengan kokoh, selamat, bahagia, dan sejahtera lahir-batin, dan dunia akhirat.


No comments:

Post a Comment

bani ridwan bin daim

 arif hartawan bin ridwan bin daim bin caryan