Monday, 1 July 2019

sejarah cirebon di bagi 3

Sejarah Keraton Kanoman Cirebon


Pada masa Pemerintahan Pangeran Karim, Sultan ke VI Kraton Pakungwati, yang bergelar Panembahan Ratu II, Mataran yang sudah pro VOC mencurigai Cirebon telah merintis kekuasaan dengan Banten untuk memberontak. Karena itu, Panembahan Girilaya diundang oleh mertuanya, Sultan Amangkurat.
Undangan yang semula dikira sebagai rasa rindu orang tua terhadap anak menantu, ternyata sebagai hukuman atas kecurigaan Mataram kepada Cirebon. Sunan Amangkurat I menahan Panembahan Girilaya untuk tidak kembali ke Cirebon selama-lamanya sampai akhir hayatnya dikubur di Bukit Wonogiri pada 1667 M. Lokasi pembaringan terakhir Panembahan Ratu II ini menyebabkan Panembahan ini juga dikenal sebagai Panembahan Girilaya. Dengan rasa menyesal dan penuh kesedihan, kedua putranya kembali ke Cirebon untuk meneruskan tampuk kepemimpinan.

Setelah sampai di Cirebon, ketiga orang putra itu masing-masing merasa berhak menggantikan ayahnya. Maka atas kebijakan Sultan Banten, An Nasr Abdul Kohar yang sudah dianggap seketurunan, dipecahlah Kesultanan Pakungwati menjadi tiga bagian. Masing-masing putra Pangeran Karim mendapatkan bagian kraton. Kraton Kasepuhan dipegang oleh Pangeran Martawijaya, Kanoman oleh Pangeran Kertawijaya, dan Kacirebonan dipegang oleh Pangeran Wangsakerta. Pembagian wewenang dan kekuasaan tersebut terjadi pada 1667 M.

Kraton Kanoman adalah hasil pemekaran Kraton Pakungwati setelah Pangeran Karim atau Panembahan Ratu II atau Panembahan Girilaya wafat pada 1667 M. Atas kesepakatan dan kemufakatan melalui kebijaksanaan Sultan Banten, An Nasr Abdul Kohar atau dikenal dengan Sultan Haji, maka Kraton Kasepuhan diperuntukkan bagi Pangeran Syamsudin Martawijaya sebagai Sultan Sepuh I, dan Kraton Kanoman dengan Pangeran Mohammad Badridin Kertawijaya sebagai Sultan Anom I. Pelantikan keduanya terjadi pada tahun 1678 M.

Bangunan Keraton Kanoman Cirebon

Bangunan Keraton Kanoman persisnya menghadap ke utara. Di luar bangunan Keraton terdapat sebuah bangunan bergaya Bali yang disebut dengan Balai Maguntur yang terbuat dari batu merah. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat kedudukan saat Sultan berpidato atau menghadiri upacara, seperti apel prajurit atau menyaksikan penabuhan gamelan Sekaten.
Di keraton ini masih terdapat peninggalan Sunan Gunung Jati, seperti dua buah kereta bernama Paksi Naga Liman dan Jempana yang masih terawat baik dan tersimpan di museum. Tidak jauh dari kereta, terdapat bangsal Jinem atau pendopo untuk menerima tamu, juga tempat penobatan Sultan dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Di bagian tengah keraton, terdapat kompleks bangunan bernama Siti Hinggil. Di depan keraton juga terdapat alun-alun yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya warga sekitar, atau tamu yang hendak menghadap Sultan Anom.

2 comments:

  1. desi amorea21 June 2019 at 17:23
    AMoRea sangat bermanfaat bagi wajah sehingga menjadi GlowiNg dan SeHat dan SeHat dan

    REPLY

    Amorea....MENCARI CINTA ALLAH DI DIGITAL MARKETING30 June 2019 at 04:44
    teerima kasih


    desi amorea25 June 2019 at 18:48
    join amorea

    klik

    klik untuk chat

    REPLY

    Amorea....MENCARI CINTA ALLAH DI DIGITAL MARKETING27 June 2019 at 16:35
    join amorea

    klik

    klik untuk chat

    REPLY

    desi amorea27 June 2019 at 20:35
    bagus sabun bb plus

    REPLY

    desi amorea30 June 2019 at 21:33
    join amorea

    klik

    klik untuk chat

    ReplyDelete

bani ridwan bin daim

 arif hartawan bin ridwan bin daim bin caryan