Wednesday, 10 July 2019

pangeran diponegoro

Kisah kehidupan Pangeran Diponegoro sebagai tokoh panutan yang dianggap “setengah dewa” selalu menarik untuk disimak. Tokoh yang lahir 230 tahun yang lalu ini dianggap sebagai pembaharu di tengah zaman yang bergejolak. Sebab, Perang Jawa yang dipimpinnya telah mengubah struktur tatanan lama di Pulau Jawa.


Siapakah yang menyangka seorang Pangeran Diponegoro pernah marah dan menampar Patih Yogyakarta yang munafik dan korup, Danurejo IV (menjabat 1813-1847), dengan selop karena suatu pertengkaran terkait penyewaan tanah kerajaan kepada orang Eropa sebelum Perang Jawa? Sikapnya yang antikorupsi dan teramat cermat dengan uang pun nyata terlihat dalam pengaturan dana hidup ketika di pengasingan.
Peter Carey, sejarawan Universitas Oxford yang menulis buku Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (2014) dan Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa(2012) menuliskan ada banyak aspek tentang sang pangeran yang terasa “lebih aneh dibandingkan khayalan”. Salah satunya, seperti yang ia ungkapkan dalam wawancara tertulis dengan Liputan6.com pada Selasa, 26 April 2016, adalah hubungan sang pangeran Jawa dengan para wanita.

Dalam Babad Dipanegara yang ditulis sendiri oleh sang pangeran dalam masa pembuangan di Manado, ia mengidentifikasikan dirinya seperti Arjuna, tokoh Pandawa yang paling tampan. Namun menurut Peter Carey, dalam hal penampilan fisik, Diponegoro tidak dapat disebut setampan Arjuna, tetapi dapat dikatakan “cukup enak dipandang oleh mata Jawa.”

Perkawinannya yang pertama adalah dengan anak seorang ulama terkemuka dari Desa Dadapan, dekat Tempel, yakni Raden Ayu Madubrongto. Setelah itu, karena didesak orang tuanya, Sultan Hamengkubuwono III, sang pangeran melakukan pernikahan yang lebih bersifat politis dengan Raden Ayu Retnokusumo, putri Bupati Panolan, Kesultanan Yogyakarta, Raden Tumenggung Notowijoyo III.

Seumur hidupnya, Pangeran Diponegoro memiliki tujuh istri resmi dan selir yang tak terhitung banyaknya. Di Tegalrejo sendiri sang pangeran memiliki empat istri resmi dan beberapa selir. Salah seorang selirnya yang terakhir konon cukup cantik sampai memancing sifat mata keranjang Asisten Residen Belanda untuk Yogyakarta, P.F.H Chavellier (menjabat 1823-1825). Si selir dikabarkan hidup bersama sang asisten residen beberapa bulan sebelum Perang Jawa.


Peter Carey mencatat Pangeran Diponegoro setidaknya memiliki 17 anak, 12 laki-laki dan 5 perempuan, dari istri-istri resminya.

Dalam masa perang, setelah kematian istri keempat yang paling dikasihinya, Raden Ayu Maduretno, di penghujung November 1827 ia mengawini tiga istri baru. Salah satunya adalah Raden Ayu Retnoningsih (1810-1885), putri Bupati Madiun dan kemenakan perempuan Raden Ronggo Prawirodirdjo III. 

Ketika dinikahi Diponegoro, Raden Ayu Retnoningsih masih berusia 17 tahun dan ia sungguh sangat cantik. Sebagai satu-satunya istri resmi yang menemani di pengasingan, Raden Ayu Retnoningsih memberi sang pangeran dua anak.

Pangeran Diponegoro memang memiliki daya tarik yang sangat besar, yang membuatnya terlihat menawan di mata kaum hawa. Diponegoro sendiri pernah menyebutkan, salah satu sifat yang paling menganggu di masa mudanya adalah “sering tergoda oleh perempuan”.

2 comments:

bani ridwan bin daim

 arif hartawan bin ridwan bin daim bin caryan