Fenomena Kentongan
Kentongan merupakan salah satu alat komunikasi bagi masyarakat Indonesia tak terkecuali warga desa Pakijangan Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes. Kentongan yang dimiliki Desa Pakijangan bukan hanya menjadi alat komunikasi namun dapat sebagai benda cagar budaya turun temurun yang disimpan dan dirawat oleh Kepala Desa.
Kentongan tersebut dikategorikan sebagai Benda Cagar Budaya karena telah lebih dari 50 tahun dan mempunyai arti penting bagi kebudayaan bangsa. Disamping itu, bisa memupuk rasa kebanggaan nasional dan memperkokoh kesadaran jati diri bangsa.
Kentongan Kepala Desa Pakijangan tersebut dari kayu jati murni yang memiliki panjang 1,5 m dengan diameter 45 cm. Secara turun temurun dengan estafet kentongan tersebut dipindah tangankan ke kepala desa. Ibarat tongkat komanda seorang jendral, kentongan itu diserah terimakan secara berurut kepada :
- H. Usman
- Sarwiyan
- Ambari
- Mus
- Kasja
- Daim
- Sanusi
- Doin
- Kasam
- H. Abdul Azis
- Drs. Atmo Tan Sidik
- Supandi
- Wasjan Kirom
- Sri Retno Widyawati
Kentongan pertama kali diperkenalkan oleh Ki Ageng Selo yang ketika menabuh di Pesantren Luhur milik KI Ageng Selo, beliau berpesan agar menjaga pitu pepalih atau ajaran yang musti dipatuhi pemimpin di tanah jawa, termasuk Kepala Desa.
- Aja mbedakna rakyate ( emban cinde emban ciladan )
- Aja ladak lan aja lali ( Jangan bengis dan jangan jahil )
- Aja ati serakah ( Jangan berhati serakah, tamak, loba )
- Aja celimut ( Jangan panjang tangan )
- Aja mburu aleman ( Jangan memburu pujian )
- Aja ladak (Jangan angkuh )
- Aja ati ngiwa ( Jangan cenderung ke kiri )
Di berbagai daerah, kentongan tidak sekadar sebagai alat tanda bila terjadi musibah seperti kebakaran, pencurian, pembunuhan atau raja pati, bencana alam dan kematian. Tetapi juga menandakan datangnya waktu solat.
>">
ReplyDelete